Jumat, 26 Juni 2009

SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA (PKN)

PELAKSANAAN DEMOKRASI

DI INDONESIA

Oleh

YUNUS SYAMSI

081146

D

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

(STMIK) DIPANEGARA

MAKASSAR

2009

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang diharapkan mampu menambah pengetahuan pembaca mengenai “PELAKASANAAN DEMOKRASI DININDONESIA”.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung membantu dengan memberikan tambahan data, informasi, serta motivasinya. Khususnya kepada Bapak Dosen mata kuliah Pengantar Bisnis atas bimbingannya. Karena tanpa hal tersebut penulis tak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini yang mungkin tidak di sengaja. Untuk itu, kami sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua.

Makassar, 2 Juni 2009

Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Pendahuluan

BAB II

Pelaksanaan demokrasi diIndonesia

1. Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Revolusi ( 1945 - 1950 )

2. Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Lama

3. Pelaksanaan Demokrasi Orde Baru 1966 – 1998

4. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila

Keunggulan Pelaksanaan Demokrasi

Kelemahan Pelaksanaan Demokrasi

BAB III

Kesimpulan

Daftar Pustaka






BAB I

PENDAHULUAN

Jika kita menengok ke belakang-melihat sejarah perjuangan bangsa-jelas bahwa pada saat Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia, kita telah memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah negara (philosofische grondslag). Kita juga telah memiliki Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar hukum negara kita.

Meski secara resmi UUD 1945 digunakan antara tahun 1945 dan 1949 dan antara 1959 dan 1965, namun kita melihat pelaksanaannya tidak dilakukan secara konsekuen. Bahkan, tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, UUD 1945 tidak dilaksanakan sebagaimana yang seharusnya. UUD 1945 yang menganut sistem presidensial, misalnya, kita ganti dengan sistem parlementer. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi pada BPKNIP yang merupakan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Demikian pula setelah Presiden Soekarno mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 pada tahun 1959.

Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim Orde Baruyang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang.Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam artisesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soehartotumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai,bertahap dan progresif.

Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahangenetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yangmenjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruhsignifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikanharga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat.

Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasisesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justrutidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru.Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi.Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasiterpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikandemokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalammasa transisi.Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnyabisa memberikan pelajaran berharga bagi kita.

BAB II

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Pada zaman yunani kino sebuah system yang menyuarakan sebuah kata untuk mendampingi kekuasaan kekuasaan padasaat itu agar berjalan setara dengan kondisi masyarakat pada saat itu, kata itu biasa dikenal “demos dan kratos” dimana demos artinya “rakyat” dan kratos artinya “pemerintahan”. Ini merupakan salasatu semboyan masyarakat pada saat itu (Zaman Yunani).

Demokrasi dalam bangsa bahasa Indonesia adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaanwarga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Atau dengan kata lain, Demokrasi dapat dikatakan sebagai kekuasaan atau pemerintahan ada ditangan rakyat, yaitu kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat

Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi:

1. Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Revolusi ( 1945 - 1950 ).

Tahun 1945 - 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :

Ø Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.

Ø Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.

Ø Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer

2. Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Lama

a. Masa Demokrasi Liberal 1950 - 1959

Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.

Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

Ø Dominannya partai politik

Ø Landasan sosial ekonomi yang masih lemah

Ø Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

Ø Bubarkan konstituante

Ø Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950

Ø Pembentukan MPRS dan DPAS

b. Masa Demokrasi Terpimpin 1959 - 1966

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

  1. Dominasi Presiden
  2. Terbatasnya peran partai politik
  3. Berkembangnya pengaruh PKI

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

  1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
  2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
  3. Jaminan HAM lemah
  4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
  5. Terbatasnya peranan pers
  6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Akhirnya terjadilah peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

3. Pelaksanaan Demokrasi Orde Baru 1966 - 1998

Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

  1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
  2. Rekrutmen politik yang tertutup
  3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
  4. Pengakuan HAM yang terbatas
  5. Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:

  1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
  2. Terjadinya krisis politik
  3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
  4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
  5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

  1. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
  2. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
  3. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
  4. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
  5. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
  6. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.

4. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila

Tantangan terbesar dalam melaksanakan Demokrasi Pancasila sebagai konsensus politik yang menjadi dasar negara adalah bagaimana mewujudkan dasar negara tersebut dalam suasana kemerdekaan. Khususnya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan. Sampai saat ini pun-setelah lebih dari 60 tahun menjadi bangsa yang merdeka-tujuan itu belum dapat kita capai. Dalam pada itu, kita juga mencatat tantangan yang tidak kecil dalam melaksanakan UUD 1945.

Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen baru dilaksanakan pada masa pemerintahan Orde Baru, khususnya setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 1971. Hal ini dapat dimengerti karena visi Orde Baru adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen.

Untuk melanggengkan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara, pemeritah Orde Baru berusaha keras agar semua unsur lembaga negara dan lembaga pemerintah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Untuk itu, pemerintah Orde Baru menganjurkan kepada semua golongan masyarakat untuk mendalami Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang merupakan salah satu ketetapan majelis yang teramat penting. Melalui GBHN yang berisi rancangan pembangunan dalam garis besar ini, Orde Baru ingin memasyarakatkan Pancasila dan mempancasilakan masyarakat Indonesia. Sebab, pembangunan dianggap sebagai pengamalan Pancasila.

Keunggulan Pelaksanaan Demokrasi

Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem demokrasi indonesia adalah hubungan ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam satu untuk menerapkan tujuan indonesia. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari hokum dan system demokrasi yang ada. Berdasarkan hubungan ideologis inilah penguasa akan melakukan pengurusan terhadap rakyatnya melalui: (a) penerapan sistem demokrasi secara baik: (b) selalu memperhatikan kemajuan masyarakat di segala bidang; dan (c) melindungi rakyat dari ancaman. Sesungguhnya seorang penguasa (pemimpin) itu merupakan pelindung.

Pada sisi lain, rakyat tidaklah tinggal diam. Di pundak mereka terdapat kewajiban terhadap pemimpin dan negaranya sesuai dengan kemampuannya Karenanya, rakyat berperan untuk: (a) melaksanakan kebijakan penguasa yang sesuai dengan peraturan demi kepentingan rakyat; (b) menjaga kelangsungan pemerintahan dan semua urusan secara (larangan keluar dari penguasa, perintah memerangi kemiskinan, dsb); dan (c) memberikan masukan kepada penguasa; mengontrol dan mengoreksi penguasa. Dengan adanya hak sekaligus kewajiban warga negara untuk memberikan nasihat, pelurusan, dan koreksi terhadap penguasa akan terjamin penerapan sistem demokrasi secara baik di dalam negagra indonesia.

Merujuk pada hal tersebut, hubungan rakyat dengan penguasa dalam system demokrasi adalah hubungan antara sesame yang sama-sama menerapkan kewajibannya dalam fungsi yang berbeda. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan sinergis, fokus, dan saling mengokohkan untuk penerapan demi kemaslahatan rakyat. Sungguh, pemandangan demikian amat sulit ditemukan dalam sistem politik selain selain Islam.

Adapun kelebihan dari demokrasi adalah sebagai berikut :

  1. Menjamin kendali warganegara terhadap kekuasaan politik
  2. Mendorong warganegara meningkatkan kapasitas pribadinya; misalnya meningkatkan kesadaran politik, meningkatkan pengetahuan pribadi dll
  3. Membuat warganegara tidak tergantung pada politisi yang memiliki kepentingan sempit
  4. Masyarakat lebih mudah menerima keputusan yang sudah dibuat
  5. Lebih mudah diterapkan dalam amsyarakat yang lebih kompleks
  6. Mengurangi beban masyarakat dari tugas-tugas membuat, merumuskan dan melaksankan kebijakan bersama
  7. Memungkinkan fungsi-fungsi pemerintahan berada di tangan-tangan yang lebih terlatih untuk itu/Cenderung menciptakan politik yang stabil karena menjauhkan masyarakat dari (konflik) politik; dan karenanya mendorong kompormi
  8. Memberikan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan; tanpa mendekatkan mereka dengan (konflik) politik
  9. Mendorong warganegara untuk selalu memiliki kesadaran politik yang tinggi dan selalu memperkaya diri dengan pengetahuan tentang perkembangan masyaraktnya
  10. Mendorong warganegara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama

Kelemahan Plaksanaan Demokrasi

Hampir semua pemerintah atau pemimpin di dunia kini telah naik melalui pemilihan. Yakni hasil pemilihan rakyat jelata di hari pemilihan yang dilakukan beberapa tahun sekali. Pemimpin mana pun yang mendapat suara lebih dari yang lain, dia lah yang naik menjadi pemerintah untuk negara tersebut. Cara pemilihan pemimpin yang seperti itu adalah cara Barat yang menganut ideologi liberal kapitalisme, yang mempraktekkan sistem demokrasi terbuka.

Demokrasi di Indonesia juga terdapat perbedaan yang jauh. Kita harus membandingkan hal ini supaya kita dapat melihat kebenaran dan kebijaksanaan sistem pada pemerintahan (pemimpin).

Perbedaan 1

  • Kita telah difahamkan bahwa melalui pemilihan umum, pemimpin yang naik adalah pilihan mayoritas rakyat jelata. Padahal bila diamati, hal itu tidak semestinya terjadi. Misalnya dua orang calon bertanding di kawasan yang memiliki 10 ribu pemilih. A mendapat 4500 suara, B mendapat 4000 suara dan yang tidak memilih 1500. Perbedaan antara keduanya cuma 500 suara saja. Tetapi yang tidak memilih sebanyak 1500. Artinya A cuma diterima oleh 4500 orang rakyatnya. Sedangkan 5500 lagi menolak kepemimpinannya. Hal itu sebenarnya akan membentuk satu pemerintahan yang tidak stabil. Negaranya mudah goyang.
  • Keadaan akan menjadi lebih malang kalau terjadi seperti ini: terdapat tiga orang calon yang bertanding di kawasan yang pemilihnya ada 10 ribu orang. Keputusannya,

  1. dapat 3300 suara
  2. dapat 3300 suara
  3. dapat 3400 suara

Artinya C menang dengan penyokongnya 3400 sedangkan penentangnya kalau ditambahkan antara dua calon yang lain ialah 6600. Secara demokrasi, bagaimana dapat dipastikan bahwa dia naik atas dukungan mayoritas? Karena penentangnya lebih banyak daripada pendukung. Coba gambarkan dalam sebuah negara yang penyokongnya sedikit dan penentangnya banyak, bagaimana negara itu akan stabil? Huru-hara selalu terjadi dan pemerintahan dapat tumbang dengan mudah.

Perbedaan 2

Melalui sistem pemilihan umum, semua rakyat disuruh memilih pemimpin termasuklah orang tua yang sudah uzur, orang buta, orang jahil, orang jahat, perempuan dan orang-orang yang tidak tahu-menahu mengenai pemimpin dan kepemimpinan. Orang-orang seperti itu turut menentukan corak kepemimpinan negara. Saya yakin, di sebagian negara (yang tidak berpendidikan) 95% dari pemilih yang memilih itu tidak tahu-menahu tentang dasar pemerintahan partai yang didukungnya. Apakah keputusan mereka menjamin kebaikan dalam pemerintahan? Kalaulah satu partai itu menang hasil dukungan orang-orang jahil itu, apakah partai itu dapat berbangga? Padahal yang menentangnya adalah dari kalangan cerdik pandai yang dapat menilai sekalipun jumlahnya minoritas.

Perbedaan 3

Hari ini bermacam-macam golongan manusia yang turut memilih. Golongan peniaga, petani, buruh, nelayan, cendekiawan, budayawan, seniman, artis, olah ragawan, pegawai-pegawai dan lain-lain yang datangnya dari berbagai bangsa dan kaum minoritas. Masing-masing golongan mempunyai niat masing-masing. Mereka memilih satu partai bukan karena menyokong dasar partai itu. Tetapi karena marah pada partai lawan.

Sebab itu bila partai yang disokongnya menang, maka mereka akan menuntut keinginan mereka masing-masing. Sepuluh golongan, sepuluh perkara yang diminta. Sekalipun yang diminta itu membebankan pemerintah dan rakyat, namun terpaksa dilakukan. Dasar partai yang sebenarnya hilang tenggelam. Pemerintah tidak dapat mewarnai negara tetapi rakyatlah yang melakukannya. Pemerintah terpaksa menuruti kehendak-kehendak golongan tadi, bukan menuruti dasar partainya serta kepentingan umum. Lebih-lebih lagi kepentingan Masyarakat diabaikan untuk kepentingan golongan.

Perbedaan 4

Bila pemilih itu tidak faham dasar partai yang didukungnya, mereka juga tidak dapat menilai segala penyelewengan yang dibuat oleh pemerintah. Artinya, mereka tidak dapat menegur atau memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal itu membuat pemerintah dapat melakukan apa saja dengan sewenang-wenang. Di situ mungkin ada orang berkata, "Itulah perlunya orang-orang yang baik menjadi calon". Saya jawab begini, "Orang baik, tidak pernah mencalonkan diri. Kenaikan mereka adalah karena ditonjolkan oleh orang lain melalui cara yang bersih". Yaitu melalui ahlul halli wal 'aqdi. Lagi pula mana boleh orang-orang baik yang menang kalau mayoritas rakyat yang memilih jahat-jahat belaka?

Perbedaan 5

Sebagian orang yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin adalah orang-orang politik yang kebolehan istimewanya adalah pandai berpidato. Pembicaraannya membangkitkan semangat dan mempesona orang yang mendengar serta pandai mencari kesalahan-kesalahan dan menuduh orang lain. Artinya, dia mengaku dirinya baik dan bukan orang lain yang membuat pengakuan tentang kebaikannya. Maka jadilah dia tokoh besar. Perangainya tak difikirkan oleh orang, cara hidupnya tidak diperhatikan, agamanya atau takwanya tidak dipedulikan, ilmu, pengalaman, kecerdikan dan karisma kepemimpinannya tidak diperhitungkan, kreativitas dan buah fikirannya tidak dinilai, keturunan, latar belakang dan pendidikan yang diterima tidak diperdulikan.

Pendek kata, syarat-syarat untuk menjadi pemimpin cuma dinilai pada pandai berkampanye, pandai berbicara dan pandai membicarakan kejelekan orang lain saja. Sedangkan memimpin itu bukannya untuk berbicara atau mengejek orang saja. Sebaliknya memimpin.

BAB III

KESIMPULAN

Istilah "demokrasi" berasal dan bahasa Yunani, yang terdiri atas dua pokok kata yaitu "demos" yang berarti rakyat, dan "cratos" yang berarti memerintah. Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Di Athena., kata dernokrasi digunakan untuk menunjukkan pada "government by the many" (pemerintahan oleh orang banyak), sebagai lawan dan "government by the fee (pemerintahan oleh sekelompok orang).

Istilah demokrasi dalam kamus Istilah Hukum Pockema Andreae diartikan, "democratie" demokrasi, pemerintahan rakyat; bentuk pemerintahan yang memberikan hak-hak ikut berbicara kepada yang diperintah oleh yang memerintah, pengawasan atas kebijaksanaan pemerintah dilakukan oleh wakil rakyat yang dipilih. Sementara itu dalam kamus Dictionary Webters pengertian demokrasi adalah, pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan umum yang bebas.

Hal senadapun disampaikan Jimly Assiddiqie yang menyatakan bahwa, dalam suatu negara demokrasi, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dari rakyat maksudnya bahwa mereka yang duduk sebagai penyelenggaraan negara atau pemerintah harus terdiri dan seluruh rakyat itu sendiri atau yang disetujui atau didukung oleh rakyat. Oleh rakyat maksudnya bahwa penyelenggaraan negara atau penyelenggaraan pemerintahan dijalankan sendiri oleh rakyat atau atas nama rakyat atau yang mewakili rakyat. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Arend Lijphard, bahwa untuk rakyat maksudnya pemerintahan dijalankan atau berjalan sesuai dengan kehendak rakyat (government in accordance with the people's preferences).

Demokrasi berakar pada teori kedaulatan rakyat yang dapat dirumuskan sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara adalah rakyat. Negara yang menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat disebut negara demokrasi yang secara simbolis sering digambarkan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama atas dasar aturan hukum yang berpihak pada rakyat banyak. Jadi, sangat tepat kiranya demokrasi diberikan rumusan yang singkat, padat, dan populer sebagai "a government of the people, by the people, for the people”. Robert A. Dahl, dalam hal ini mengemukakan bahwa dengan demokrasi akan memberikan kesempatan-kesempatan untuk: pertama, partisipasi yang efektif, kedua, persamaan dalam memberikan suara, ketiga, mendapatkan pemahaman yang jernih, keempat, melaksanakan pengawasan akhir terhadap agenda; kelima, pencakupan orang dewasa.

SARAN

Setelah mendengar dan membaca isi dari makalah yang telah saya paparkan maka diharapkan kepada semua mahasiswa untuk dapat menerapkan system demokrasi dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Copyright http\\www.google.com. 2009

Copy right www.education.com. 2009

Saeful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde-Baru Gramedia Pustaka Utama. 2007. ISBN : 979-22-2749-0

Ellyasa KH Dharwis, M. Iman Aziz, M. Jadul Maula. Agama, Demokrasi dan Keadilan. Gramedia Pustaka Utama. 1993. ISBN : 979-511-775-0

Komaruddin Hidayat dan M. Yudhie Haryono, Manuver Politik UlamaTafsir Kepemimpinan Islam dan Dialektika Ulama-Negara. Jalasutra. Tanpa Tahun.

Ali Munhanif, Hendro Prasetyo, Islam dan Civil Society. Gramedia Pustaka Utama. 2002. ISBN : 979-686-668-4

Olivier Roy, Gagalnya Islam Politik , Serambi, 2002

Srijanti, A. Rahman, Purwanto S. K. Etika Berwarga Negara Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Salemba, 2006. IS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ingi jadi seperti para pakar komputer.... gabung dengan yunus syamsi.src